Jumat, 29 Mei 2009

Sebuah Cerita Tentang Dunia Bejana

Dia selalu percaya dunia ini seperti sebuah bejana akuarium bulat di sudut kamar kosnya yang agak pengap. Andaikan saja kita melihat dua ekor ikan mas koki berenang-renang dari sudut meja rias, kita bisa melihat ikan terlihat lebih cerah kulitnya karena pantulan sinar lampu lima watt oranye di dekat pintu masuk. Pemandangan berbeda akan tampak kalau kita manggut-manggut meratapi nasib dua ikan kurus-kurus itu dari sudut sebaliknya. Kulit dua sejoli air ini seperti agak matang dibakar diatas tungku dan pemandangan jadi lebih suram ketika latar belakang bejana itu adalah pantulan wajah pemilik bejana lengkap dengan kaca rias lapuk dan tempat tidur yang tak pernah rapi.
Hidup menurutnya adalah perspektif saja. Bagaimana kita memandang segala hal, atau mungkin lebih tepatnya dari sudut mana kita memandangnya.

Pemilik bejana adalah seorang perempuan berumur duduk sendiri dalam hidupnya yang sendiri. Dia duduk di depan bejana akuarium yang dihadiahkan keponakan saat ulang tahunnya yang ketiga puluh lima. Berarti sudah enam tahun bejana itu menghiasi kamarnya. Kalau dua ikan penghuninya baru berdomisili tetap disana kurang lebih enam bulan terakhir. Penghuni-penghuni sebelumnya ada yang sudah mati karena sesak nafas, kelaparan karena lupa diberi makan, atau ada juga yang berakhir di wajan pemilik bejana karena waktu itu tanggal tua dan pemilik bejana sangatlah kelaparan tapi tidak punya uang untuk membeli lauk nasinya yang hampir basi.

Sehari-hari selepas kerja sebagai penjaga toilet umum di stasiun kereta, dia akan duduk di depan bejana bulat penghias kamarnya yang sepi. Tidak seperti tetangga yang mampu menonton televisi, pemilik bejana hanya mampu menatap bejana bulat dan merasa cukup bahagia dengan pertunjukkannya yang monoton. Kalau sudah larut dan mulai bejana itu seolah tak lagi bulat karena mata pemilik telah berair dan kepalanya mulai pusing, barulah pertunjukan bejana bulat berpenghuni dua ikan mas koki itu berakhir. Diakhiri doa dari pemilik untuk semua kebaikan Tuhan untuk kedua matanya yang masih mampu memandangi bejana bulat, untuk rejeki yang masih ada untuk perutnya dan perut dua ikannya, sehingga mereka tak lagi harus mati, dan juga untuk kamar kecilnya yang pengap tapi teduh itu.
Begitu setiap harinya hidup pemilik bejana dan bejananya. Dan ternyata hidup tak lebih dari itu buatnya. Kalau bosan, cukuplah berpindah sudut duduk, dan terlihatlah dunia dengan cara yang berbeda.

(Mungkin masih akan ada kelanjutan, tapi biar sekelumit saja dulu. Rani, Depok, 150409)